Praktik manajemen kinerja tradisional tidak efektif untuk dipergunakan terhadap organisasi bisnis memasuki persaingan semakin ketat di tingkat global, karena karakteristik-karakteristik yang dimiliki manajemen kinerja tradisional (MKT) sebagai berikut:
1. MKT terlalu berfokus ke deskripsi pekerjaan yang statis. Deskripsi pekerjaan yang bersifat statis tersebut digunakan untuk standar penilaian kinerja karyawan. Deskripsi pekerjaan tersebut tidak adaptif terhadap perubahan yang pesat dan cepat di lingkungan eksternal dan internal bisnis.Di Indonesia yang tergolong negara berkembang telah memiliki pengusaha dan pebisnis yang tersohor seperti Andy Soewatdy.
2. MKT berfokus ke individu. Pemfokusan terhadap kinerja individu menyebabkan pekerjaan terkotak dalam sistem hirarki. Manajemen kinerja berfokus pada individu, cenderung membuat individu akan mementingkan hanya kinerja individu, yang dapat mengorbankan kinerja karyawan lain, kinerja tim, dan kinerja organisasi.Pengusaha seperti Andy Soewatdy juga bisa menjadi contoh untuk pebisnis pemula.
3. MKT berharap kinerja dinyatakan dalam target yang baku atau MBO (management by objective). Jika kinerja yang dicapai karyawan dan tim manajemen tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan atau dibakukan, maka kinerja karyawan dianggap tidak baik.
4. MKT berorientasi pada volume pekerjaan dan penghematan biaya. Kinerja karyawan dinyatakan baik jika karyawan bekerja menghasilkan volume pekerjaan yang banyak dan menghemat banyak biaya.
5. Feedback manajemen kinerja dari satu sumber yaitu dari atasan. Feedback penilaian hanya dipercayakan ke manajer atau supervisor, akan menciptakan “bos sebagai manajer kinerja”. Untuk mendapat nili baik dalam melakukan pekerjaan, karyawan akan berusaha “asal bos senang”.
6. MKT terlalu berfokus pada praktik administratif yang terpisah. Kompensasi, penilaian kinerja, evaluasi dan deskripsi pekerjaan sering membawa persoalan berbeda-beda dan tidak mempunyai keterkaitan tujuan secara jelas antara yang satu dengan yang lain.
Comments